1. Sejarah Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak dahulu sudah dipakai sebagai bahasa perantara (lingua franca). Bukan saja di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara. Pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan) sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah "embrio" bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.
Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai terlihat. Di tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson. Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908. Kelak lembaga ini menjadi Balai Poestaka. Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan D.A. Rinkes, melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan.
1.1 Peresmian Nama Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan,
“Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.”
2. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
2.1 Kedudukan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting seperti tercantum pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda1928 yang berbunyi Kami putra putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional.
2.2 Fungsi Bahasa Indonesia
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai :
a. Lambang kebanggaan kebangsaan,
b. Lambang identitas nasional,
c. Alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya,
d. Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang yang berbeda.
3. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnaakan (EYD)
Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.
Perubahan:
Indonesia
| Malaysia
| Sejak 1972 |
tj | ch | c |
dj | j | j |
ch | kh | kh |
nj | ny | ny |
sj | sh | sy |
j | y | y |
oe* | u | u |
Catatan: Tahun 1947 "oe" sudah digantikan dengan "u".
4. Mengapa Remaja Suka Menggunakan bahasa Gaul?
Dalam berkomunikasi sehari-hari, terutama dengan sesama sebayanya, remaja seringkali menggunakan bahasa spesifik yang kita kenal dengan bahasa ‘gaul’.
4.1 Sejarah Pemakaian Bahasa Gaul
Bahasa prokem awalnya digunakan para preman yang kehidupannya dekat dengan kekerasan, kejahatan, narkoba, dan minuman keras. Istilah-istilah baru mereka ciptakan agar orang-orang di luar komunitas tidak mengerti. Dengan begitu, mereka tidak perlu lagi sembunyi-sembunyi untuk membicarakan hal negatif yang akan maupun yang telah mereka lakukan. Para preman tersebut menggunakan bahasa prokem di berbagai tempat. Pemakaian bahasa tersebut tidak lagi pada tempat-tempat khusus, melainkan di tempat umum. Lambat laun, bahasa tersebut menjadi bahasa yang akrab di lingkungan sehari-hari, termasuk orang awam sekalipun dapat menggunakan bahasa sandi tersebut.
Karena begitu seringnya mereka menggunakan bahasa sandi tersebut di berbagai tempat, lama-lama orang awam pun mengerti maksud bahasa tersebut. Akhirnya mereka yang bukan preman pun ikut-ikutan menggunakan bahasa ini dalam obrolan sehari-hari sehingga bahasa prokem tidak lagi menjadi bahasa rahasia
4.2 Ciri- ciri Bahasa Gaul
Ragam bahasa ABG memiliki ciri khusus, singkat, lincah dan kreatif. Kata-kata yang digunakan cenderung pendek, sementara kata yang agak panjang akan diperpendek melalui proses morfologi atau menggantinya dengan kata yang lebih pendek seperti ‘permainan – mainan, pekerjaan – kerjaan.Kalimat-kalimat yang digunakan kebanyakan berstruktur kalimat tunggal. Bentuk-bentuk elip juga banyak digunakan untuk membuat susunan kalimat menjadi lebih pendek sehingga seringkali dijumpai kalimat-kalimat yang tidak lengkap. Dengan menggunakan struktur yang pendek, pengungkapan makna menjadi lebih cepat yang sering membuat pendengar yang bukan penutur asli bahasa Indonesia mengalami kesulitan untuk memahaminya.
4.3 Contoh Bahasa Gaul
a. Jaim : Ucapan jaim ini di populerkan oleh Bapak Drs. Sutoko Purwosasmito, seorang pejabat di sebuah departemen, yang selalu mengucapkan kepada anak buahnya untuk menjaga tingkah laku atau menjaga image.
b. Jayus : Di akhir dekade 90-an dan di awal abad 21, ucapan jayus sangat popular. Kata ini dapat berarti sebagai ‘lawakan yang tidak lucu’, atau ‘tingkah laku yang disengaca untuk menarik perhatian, tetapi justru membosankan’. Kelompomk yang pertama kali mengucapkan kata ini adalah kelompok anak SMU yang bergaul di sekitar Kemang.
c. Alay :Singkatan dari Anak Layangan, yaitu orang-orang kampung yang bergaya norak. Alay sering diidentikkan dengan hal-hal yang norak dan narsis.
d. Kool : Sekilas cara membacanya sama dengan "cool" (keren), padahal kata ini merupakan singkatan dari KOalitas Orang Lowclass, yang artinya mirip dengan Alay.
e. Lebay :Merupakan hiperbol dan singkatan dari kata "berlebihan". Kata ini populer di tahun 2006an. Kalo tidak salah Ruben Onsu atau Olga yang mempopulerkan kata ini di berbagai kesempatan di acara-acara di televisi yg mereka bawakan, dan biasanya digunakan untuk "mencela" orang yang berpenampilan norak.
f. Meneketehe :Kata ini sebenarnya berasal dari kata "Mana Kutahu" dan diplesetkan oleh Tora Sudiro sekitar awal tahun 2000an, di acara Extravaganza TransTV. Istilah itu cukup populer dan saat ini cukup sering digunakan orang.
g. Garing :Kata ini merupakan kata dari bahasa Sunda yang berarti "tidak lucu". Awalnya kata-kata ini hanya digunakan di Jawa Barat saja. Namun karena banyaknya mahasiswa luar pulau yang kuliah di Jawa Barat (Bandung) lalu kembali ke kota kelahiran mereka, kata ini kemudian dipakai mereka dalam beberapa kesempatan. Karena seringnya digunakan dalam pembicaraan, akhirnya kata ini pun menjadi populer di beberapa kota besar di luar Jawa Barat.
http://lubisgrafura.wordpress.com,
0 komentar:
Posting Komentar